20 Maret 2008

Mereka yang Mundur dan Dipecat

Sejumlah perusahaan di AS, mulai dari lembaga keuangan sampai kedai kopi, memecat para eksekutifnya karena kinerja perusahaan memburuk.

Seorang pemimpin perusahaan harus mampu meningkatkan dan mempertahankan kinerja perusahaan. Jika gagal, ia harus siap lengser. Pilihannya: mengundurkan diri atau dipecat. Fenomena semacam ini bisa dilihat dalam beberapa bulan terakhir. Krisis subprime mortgage yang menerjang AS sejak Juli lalu membuat beberapa eksekutif puncak mengundurkan diri atau dipecat.

Stanley O'Neal, CEO Merrill Lynch & Co., adalah salah satunya. Ia harus mengakui kegagalannya dan memilih mengundurkan diri dari perusahaan yang telah lima tahun dipimpinnya. Akibat krisis subprime mortgage, Merrill Lynch mengalami kerugian terbesar sepanjang 93 tahun terakhir. Pada 24 Oktober 2007, perusahaan ini melaporkan telah mengalami pengurangan nilai aset (writedown) US$8,4 miliar, dan merugi US$2,24 miliar atau US$2,82 per saham.

Pukulan itu membuat harga saham Merrill Lynch ambruk dan merupakan rekor terburuk dalam lima tahun terakhir. Saham bank investasi itu anjlok 32% menjadi US$61,40 pada hari pelaporan writedown tersebut. Pendapatan Merrill Lynch pun dilaporkan jatuh 94% menjadi US$577 juta. Standard & Poor's (S&P), Fitch Ratings, dan Moody's Investors Service semuanya menurunkan peringkat kredit Merrill Lynch. S&P memotong peringkat surat utang Merrill Lynch dari AA- menjadi A+.

Menurut Geisst, penulis buku 100 Years of Wall Street, sebagaimana dikutip Bloomberg, kerugian sebesar itu hanya pernah terjadi ketika krisis utang dunia ketiga meledak pada 1980. “Bahkan saat itu pun kerugiannya tidak sebanding dengan yang sekarang ini,” ujar Geisst. Kondisi inilah yang akhirnya membuat O’Neal memutuskan mundur dari jabatannya pada 31 Oktober 2007 lalu. Pria 56 tahun itu merupakan CEO pertama Wall Street yang kehilangan jabatannya setelah terjadinya krisis subprime mortgage.

Pengganti O'Neal adalah John Thain, CEO dari NYSE Euronext, yang juga pernah menjabat sebagai eksekutif di Goldman Sach selama dua dekade. Thain dikenal sebagai sosok yang optimis. Saat ia bergabung dan menjadi CEO NYSE Euronext (NYX) pada 2004, kinerja dan citra bursa itu dalam kondisi terburuk sepanjang sejarahnya. Namun, Thain yakin dia mampu membangkitkan kembali kinerja NYX. Hasilnya sungguh memukau. Thain mampu melakukan transformasi besar-besaran sepanjang 215 tahun sejarah bursa saham NYX. Selama ia memimpin, transaksi saham di NYX meningkat tajam mencapai 600%, dan membuat NYX sebagai bursa Trans-Atlantik pertama. Tak hanya itu, pada 2005 ia pun mampu menjadikan NYX sebagai lembaga usaha bisnis yang dapat membukukan laba. Kemudian, pada 2006, ia mengakuisisi bursa saham Euronext NV yang berbasis di Paris senilai US$14,4 miliar.

Selain Merrill Lynch, lembaga keuangan lain di AS juga banyak mengalami kerugian. Citigroup, misalnya, rugi US$11 miliar. Harga saham perusahaan yang memiliki aset sekitar US$2,2 triliun itu merosot 32% pada 2007, dua kali lebih besar daripada Bank of America Corp dan JPMorgan Chase & Co. Kerugian tersebut dialami Citigroup akibat investasi sebesar US$55 miliar di subprime mortgage. Ini juga yang membuat Charles Prince, chairperson dan CEO Citigroup, mengikuti jejak O’Neal. Ia mengundurkan diri pada 5 November 2007 lalu.

Merujuk laporan kuartal III-2007, pendapatan Citigroup hanya mencapai US$22,4 miliar, dengan keuntungan bersih US$2,21 miliar. Angka keuntungan ini menurun 60% dibanding periode yang sama tahun lalu. Akibatnya, Citigroup berencana mengurangi 45.000 karyawannya hingga akhir 2008.

Pengganti Prince adalah Vikram Pandit, mantan eksekutif Morgan Stanley. Berbeda dengan Thain yang kemampuannya tidak diragukan lagi oleh banyak kalangan di AS, kemampuan Pandit justru masih dipertanyakan. Pasalnya, track record-nya sebagai eksekutif belum teruji. Sebelum menjadi CEO Citigroup, Pandit bekerja di Old Lane Partners, perusahaan yang bergerak di bidang investasi, yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Citigroup. Di Morgan Stanley, pria kelahiran Nagpur, India, 50 tahun lalu ini telah berkarier lebih dari 20 tahun dengan jabatan tertinggi sebagai chief operating officer (COO).

Tak hanya O’Neal dan Prince, ternyata James Cayne, CEO Bear Stearns, juga mengundurkan diri pada 9 Januari lalu setelah mengumumkan perusahaannya membukukan kerugian US$1,9 miliar sepanjang 2007. Angka ini merupakan pencapaian terburuk pertama kalinya dalam sejarah 84 tahun perusahaan tersebut. Selain itu, harga saham perusahaan anjlok 53% di pasar New York sepanjang 2007. Menurut The Wall Street Journal, Cayne kemungkinan digantikan oleh Alan Schwartz, president Bear Stearns dan seorang bankir investasi yang terkenal dengan kemampuannya dalam pencapaian kesepakatan transaksi.

Mereka yang Dipecat

Jika para CEO Merrill Lynch, Citigroup, dan Bear Stearns memilih pensiun dini ketimbang dilengserkan, nasib yang berbeda dialami beberapa eksekutif puncak perusahaan terkemuka di AS. Mereka dipecat! Mereka itu, di antaranya, CEO Morgan Stanley Zoe Cruz, CEO Canadian Imperial Bank of Commerce (CIBC) World Markets Brian Shaw, Chief Risk Officer (CRO) CIBC Ken Kilgour, dan CEO Starbucks Corp. Jim Donald.

Morgan Stanley memecat Zoe Cruz karena perempuan berusia 52 tahun itu dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kerugian perusahaan yang mencapai US$3,7 miliar pada kuartal IV-2007. Kerugian yang diderita Morgan Stanley juga disebabkan oleh krisis subprime mortgage. Padahal, Cruz pernah dinobatkan oleh sebuah majalah sebagai perempuan ke-4 dari daftar 50 perempuan paling berpengaruh di AS. Cruz digantikan oleh John Mack.

Sementara itu, CIBC memecat dua eksekutifnya karena bank tersebut mengalami kerugian terbesar di antara bank-bank Kanada lainnya, yakni mencapai US$3 miliar. Dalam pernyataan yang dirilis pihak perusahaan yang berbasis di Toronto itu, Brian Shaw, CEO CIBC World Markets, akan digantikan oleh Richard Nesbitt, CEO TSX Group Inc. Adapun Ken Kilgour, CRO CIBC, akan digantikan Tom Woods, chief financial officer (CFO) CIBC.

Alasan yang tak jauh berbeda juga diambil oleh Howard Schultz, chairman Starbucks Corp., ketika pada 7 Januari lalu memecat Jim Donald dari posisinya sebagai CEO perusahaan jaringan penjual kopi terbesar di dunia itu. Semasa kepemimpinan Donald, kinerja Starbucks memburuk. Pemecatan Donald itu disebabkan oleh anjloknya harga saham perusahaan hingga 50% sepanjang 2007, menyusul penurunan penjualan di beberapa gerainya.

Schultz akan mengambil alih peranan Donald sebagai CEO. Ia juga menandaskan masih akan menjadi eksekutif teratas Starbucks untuk jangka panjang. Selain memecat Donald, dalam merestrukturisasi perusahaan Schultz juga berencana menutup beberapa gerai Starbucks di AS, dan mengurungkan niatnya untuk membuka sejumlah gerai baru. Belum diketahui berapa banyak gerai kopi yang akan ditutup oleh Starbucks Corp. Seperti yang dilaporkan Associated Press, Starbucks menyebut pergantian kepemimpinan itu sebagai bagian dari rangkaian inisiatif perusahaan, termasuk penutupan beberapa gerai kopi di AS yang formatnya buruk dan kinerjanya tidak terlalu bagus.

Starbucks memang berjuang keras melawan kerugian dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan penurunan daya beli masyarakat, penurunan nilai rumah, dan kenaikan harga minyak mentah. Sebaliknya, sejumlah pesaing Starbucks, seperti Dunkin' Donuts dan McDonald’s Corp., justru “menyerobot” para konsumen Starbucks dengan meluncurkan gerai-gerai kopi sendiri.

Mengutip dokumen-dokumen internal McDonald's, Wall Street Journal edisi Senin, 7 Januari 2008, melaporkan bahwa jaringan restoran makanan cepat saji terbesar di dunia itu akan menambahi gerai-gerai kopinya dengan sejumlah barista penyedia cappuccino dan kopi es di 14.000 lokasi.

Mampukah CEO-CEO baru itu memperbaiki kinerja perusahaannya yang tengah terpuruk? Jika gagal, mereka harus siap mundur atau dipecat!

(Selasa, 4 Maret 2008 11:25 WIB - wartaekonomi.com/ EVI RATNASARI)

Catatan admin: Mampukah kita mendepak bos-bos kecil maupun menengah yang jelas-jelas tidak punya prestasi dan diam-diam menghancurkan perusahaan?

Tidak ada komentar: