20 Maret 2008

Kiat Pensiun Dini: Cerdik Meracik Pensiun Dini

Program pensiun dini harus mampu memberi manfaat bagi karyawan dan perusahaan. Direktur SDM mesti piawai meraciknya.

RUPS Luar Biasa PT Telkom Tbk. Rabu (28/2) siang itu membahas lima agenda. Namun, baru masuk agenda pertama, restrukturisasi dana pensiun Telkom, ketegangan terjadi. Para pemegang saham minoritas menilai restrukturisasi itu dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Namun, pemerintah, selaku pemegang saham mayoritas, menolak. Alasannya, restrukturisasi akan membebani keuangan Telkom. “Kami tak setuju usulan direksi mengenai restrukturisasi dana pensiun, meski telah mendapat rekomendasi komisaris,” tegas Roes Aryawijaya, deputi Menneg BUMN bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi. Roes menilai, jika restrukturisasi dilaksanakan, pemerintah harus menambah dana Rp1,2 triliun.

Debat tentang dana atau program pensiun memang kerap terjadi. Pemegang saham tak ingin program itu memberatkan kinerja perusahaan. Di pihak lain, karyawan jelas menolak jika merasa program yang ditawarkan merugikan mereka. Menurut Lilis Halim, presiden direktur PT Watson Wyatt Indonesia, dalam meracik program pensiun, terutama pensiun dini, agar berjalan mulus, dibutuhkan kepiawaian seorang direktur SDM, khususnya untuk mencegah konflik antara karyawan dan manajemen. Lilis menambahkan, bagi beberapa perusahaan, program pensiun dini sukarela (PPDS) merupakan bagian dari strategi jangka panjang. “Salah satunya, perusahaan punya kesempatan meregenerasi karyawannya,” cetus Lilis.

Alasan strategi jangka panjang pula yang melatarbelakangi Telkom melaksanakan kembali PPDS tahun ini. “Tuntutan masyarakat makin meningkat. Otomatis, kebutuhan SDM yang berkualitas juga makin meningkat,” tutur Faisal Syam, direktur SDM Telkom.

Meski Faisal baru menjabat sebagai direktur SDM Telkom per 28 Februari lalu, ia tidak awam untuk urusan SDM. Sebelumnya ia menjabat senior general manager SDM Telkom. Faisal termasuk penggagas utama PPDS Telkom dan terlibat langsung dalam pembuatan program tersebut.

Dengan jabatan barunya ini, Faisal pasang target, sampai 2010, jumlah karyawan Telkom akan berkurang 6.000 orang. Artinya, dari 27.000 saat ini, akan tinggal 21.000. Untuk tahun ini, Faisal menargetkan 2.200 karyawan Telkom akan dipensiunkan. Perinciannya, 1.800 mengikuti PPDS dan 400 pensiun normal. “Surat keputusan pensiun akan diterima karyawan per 1 April,” ujarnya.

Agar PPDS berjalan mulus, Faisal punya sejumlah strategi. Pertama, ia bandingkan kemampuan keuangan perusahaan dengan jumlah karyawan yang bisa dipensiunkan. Dari sini kemudian dibuat PPDS yang tak memberatkan kinerja perusahaan, tetapi mampu memuaskan karyawan. Kedua, program yang dibuat bersifat sukarela atau tanpa paksaan, tetapi harus memiliki manfaat dan menggiurkan, sehingga karyawan merasa sayang untuk melewatkannya. “Untuk Telkom, kompensasinya berkisar 2–3 tahun gaji,” ungkap pria kelahiran Medan ini.

Ketiga, melibatkan Serikat Pekerja (SP). Menurut Rinaldi Firmansyah, dirut Telkom, mengikutsertakan SP penting guna meminimalkan resistensi yang mungkin timbul akibat ketidakpuasan karyawan. “Kami ajak SP berdiskusi bersama dan ikut membantu menyosialisasikan PPDS,” terang pria kelahiran 6 Februari 1956 itu. Dengan tiga strategi tersebut, PPDS Telkom pun bisa berjalan lancar. Menurut Rinaldi, setiap kali Telkom menggelar program ini, yang mendaftar jauh melebihi target. Untuk tahun ini, sampai pertengahan Maret saja sudah lebih dari 2.000 orang yang mendaftar.

Di sini perusahaan harus hati-hati dalam memutuskan karyawan yang dipensiun. Jika gegabah, perusahaan bisa kehilangan karyawan yang potensial. Oleh karena itu, perlu kriteria yang ketat dan jelas. Beberapa kriteria yang dijadikan pertimbangan, yaitu usia, performance, kompetensi, dan pendidikan. Untuk usia, karyawan yang mengambil pensiun pada usia senja, misalnya 48 tahun, mendapatkan kompensasi tinggi. Jika masih usia produktif, kompensasinya kecil.

Namun, kompensasi menggiurkan tak menjamin suksesnya sebuah program pensiun dini. Contohnya di sebuah perusahaan PMA. Meski kompensasinya menarik, yakni tiga tahun gaji plus paket liburan bersama keluarga, ternyata itu tak mampu memikat karyawan. Pasalnya, muncul kesan program ini adalah strategi perusahaan untuk mendepak karyawan.

Jika menghadapi situasi di atas, menurut Wimbo S. Hardjito, direktur corporate services PT Indosat Tbk., direktur SDM harus mengatasinya. “Kita harus bisa meyakinkan karyawan, ada peluang lain di luar dan pensiun bukanlah akhir perjalanan, melainkan memasuki perjalanan kedua,” tutur Wimbo. Namun, tambahnya, yang paling sulit adalah kalau harus menghadapi teman selevel atau mantan bos. Untuk mereka, pendekatannya tak bisa formal. “Paling efektif adalah bicara dari hati ke hati,” cetus Wimbo.

Sementara itu, kriteria performance, kompetensi, dan pendidikan dipakai untuk melihat apakah unit bisnis perusahaan akan terganggu jika karyawan itu keluar. Jika ya, manajemen bisa menolak permohonan si karyawan. Konsekuensinya, perusahaan harus lebih memperhatikan si karyawan, baik dari sisi karier maupun kesejahteraannya.

Selain itu, perusahaan juga perlu menyelenggarakan pelatihan persiapan pensiun dini bagi karyawan. Menurut Wimbo, pelatihan yang diberikan meliputi motivasi untuk persiapan mental, bagaimana mengelola uang, dan mengubah orientasi dari pegawai menjadi pengusaha.

(Rabu, 28 Maret 2007 14:11 WIB - wartaekonomi.com/ EVI RATNASARI)

Tidak ada komentar: