28 Desember 2007

MAJALAH JAKARTA-JAKARTA COPOT TIGA TULISANNYA

(Berita basi yang mungkin akan membuat kita terpingkal2 saat membacanya sekarang. Dikutip dari SiaR, 7 Agustus 1998)

JAKARTA (SiaR, 7/8/98), Majalah Jakarta-Jakarta mencopot 3 tulisan dalam 3 rubrik Yang pertama adalah tulisan pada rubrik "Wawancara Eksklusif" dengan Romo Sandyawan. Yang kedua adalah tulisan Karlina Leksono pada rubrik "Sorotan Krisis" dan ketiga, tulisan FX Gunawan pada rubrik "Sex Corner". Pencopotan tulisan tersebut menurut sumber SiaR di lingkungan Gramedia adalah atas perintah pimpinan KKG, Jacob Oetama, karena ketakutan dengan ancaman kelompok Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI).

Dengan pencabutan tiga tulisan tersebut, akhirnya JJ Edisi No 610 Agustus 1998 mengalami keterlambatan terbit. Dalam rubrik wawancara ekslusif, Romo Sandyawan sepanjang 7 halaman itu menceritakan pelaku kerusuhan Mei lalu adalah jaringan kejahatan terorganisir berpola dan
sistematis. Sementara FX Gunawan mengecam guyonan Debby Sahertian mengenai celana dalamnya yang bertuliskan "pribumi". Debby dalam cerita itu, yang mengutip guyonan Debby di sebuah acara TV swasta, menuturkan bahwa ia terjebak dalam kerusuhan dan akan diperkosa. Namun ia selamat lantaran cepat-cepat menaikkan roknya dan memperlihatkan celana dalamnya yang ada tulisannya "Milik Pribumi Asli".

Belum diketahui berapa jumlah kerugian yang harus ditanggung pihak bisnis Kelompok Gramedia Majalah akibat dihancurkannya puluhan ribu eksemplar majalah JJ yang telah siap edar tersebut. Di Media Scan 1997, Majalah Jakarta-Jakarta tercatat memiliki tiras 57 ribu. "Tentu saja ini jumlah fiktif yang sebenarnya sekarang cuma sekitar 7 ribu saja," ujar sumber Siar.

Majalah mingguan JJ sendiri sejak Maret 1998 lalu terpaksa jadi majalah bulanan. Konon strategi ini, berserta sejumlah kiat lain sepreti meliburkan wartawannya selama 2 minggu dalam 1 bulan kerja, terpaksa digunakan untuk memperlambat proses kematian majalah yang telah berulang kali ganti konsep sejak diambil alih Gramedia pada 1986 ini.

Saat ini Kelompok Kompas Gramedia (KKG) tengah menghadapi teror kelompok KISDI berkaitan dengan tulisan JJ Edisi 609 mengenai pengakuan seorang korban perkosaan bernama Vivian yang dianggap KISDI menyudutkan umat Islam. Pihak JJ sudah berusaha menjelaskan perihal tulisan tersebut. Namun KISDI tidak mau menerima argumen tersebut. Bahkan menurut surat terakhir KISDI, kasus ini akan dilanjutkan sampai ke pengadilan.

Kasus yang dialami KKG versus KISDI ini barangkali adalah kasus ke dua. Sebelumnya KISDI pada 1997 mengugat Kompas lantaran tulisan dan tajuknya tentang pembantaian massal di Aljazair yang juga dianggap KISDI menjatuhkan citra umat Islam. Dalam kasus tersebut, menurut sebuah sumber di lingkungan KKG, Kompas terpaksa mengeluarkan uang "penentram hati" sebesar Rp 300 juta. Banyak kalangan pers, termasuk sejumlah karyawan KKG, menyesalkan cara penyelesaian ala Jacob Oetama yang memilih berdamai di bawah tekanan. "Cara-cara ini tak akan mendewasan pers kita. Selain itu membuat pers kian jadi sapi perah semua pihak," ujar seorang wartawan muda di lingkungan KKG dengan nada jengkel. ***

Tidak ada komentar: